Wakaf Hijau dan Pertanian Terpadu: Jalan Baru Mengangkat Martabat Petani Jember
Jember 17 Desember 2025 — Di tengah krisis iklim, kemiskinan petani, dan ketergantungan pada pertanian kimia, sebuah riset kolaboratif lintas disiplin menghadirkan harapan baru: Sustainable Green Wakaf berbasis Integrated Farming. Penelitian ini tidak hanya menawarkan inovasi akademik, tetapi juga solusi nyata bagi masa depan pertanian berkelanjutan dan ekonomi umat.
Riset yang digagas oleh tim peneliti dari UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember dan Universitas Jember ini mengembangkan model pengelolaan wakaf produktif yang terintegrasi dengan sistem pertanian ramah lingkungan, biologi, ekonomi syariah, dan komunikasi partisipatif di kawasan agroekologi Jawa Timur, khususnya Jember.
Ketika Wakaf Bertemu Ekologi
Selama ini, wakaf kerap dipahami sebatas masjid, makam, atau bangunan sosial. Namun penelitian ini mendobrak batas tersebut dengan menghadirkan konsep green wakaf—wakaf yang tidak hanya produktif secara ekonomi, tetapi juga berkelanjutan secara ekologis.
Melalui pendekatan Integrated Farming System (IFS), lahan wakaf dikelola secara terpadu: tanaman pangan, peternakan, pengolahan limbah organik, hingga biogas energi terbarukan. Limbah pertanian tidak lagi menjadi masalah, melainkan sumber energi dan pupuk organik yang menghidupkan kembali kesuburan tanah.
Hasil riset terdahulu yang menjadi dasar penelitian ini menunjukkan bahwa sistem pertanian terpadu mampu meningkatkan produktivitas hingga 80 persen, mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, serta memperbaiki kualitas tanah dan keanekaragaman hayati.
Petani sebagai Subjek, Bukan Objek
Yang membedakan penelitian ini dari pendekatan teknokratis sebelumnya adalah penekanannya pada komunikasi partisipatif. Petani tidak diposisikan sebagai penerima kebijakan, melainkan sebagai subjek utama perubahan.
Melalui dialog, FGD, dan pendampingan berbasis komunitas, riset ini membangun kolaborasi antara nazhir wakaf, petani, akademisi, dan masyarakat lokal. Pendekatan ini memperkuat kepercayaan, mempercepat adopsi teknologi, dan memastikan bahwa inovasi benar-benar sesuai dengan konteks sosial-ekologis masyarakat Jember.
“Keberlanjutan tidak cukup dibangun dengan teknologi. Ia membutuhkan kepercayaan, partisipasi, dan komunikasi yang adil,” ungkap salah satu peneliti.
Wakaf Produktif, Ekonomi Berkeadilan
Dari sisi ekonomi, riset ini mengembangkan model wakaf produktif berbasis pertanian yang mengedepankan prinsip syariah, keadilan distribusi, dan kemandirian petani. Skema bagi hasil yang adil terbukti mampu meningkatkan pendapatan petani hingga lebih dari 70 persen, sekaligus menjaga nilai pokok aset wakaf agar tetap lestari.
Model ini menjawab problem klasik pertanian Indonesia: lahan sempit, modal terbatas, dan akses pasar yang timpang. Wakaf tidak lagi bersifat konsumtif, tetapi menjadi instrumen transformasi sosial dan ekonomi jangka panjang.
Kontribusi untuk Masa Depan Indonesia
Penelitian ini juga selaras dengan berbagai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), mulai dari pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, energi bersih, hingga aksi iklim. Lebih dari itu, model yang dikembangkan bersifat replikatif, sehingga dapat diterapkan di kawasan agroekologi lain di Indonesia.
Luaran riset ini mencakup artikel ilmiah bereputasi, buku, model bisnis wakaf produktif, policy brief, hingga prototipe teknologi pertanian dan biogas. Pemerintah daerah, lembaga keagamaan, dan pengelola wakaf diharapkan dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai rujukan kebijakan dan praktik lapangan.
Dari Jember untuk Dunia
Di saat dunia mencari jalan keluar dari krisis pangan dan lingkungan, riset ini menegaskan bahwa solusi dapat lahir dari kearifan lokal, nilai-nilai Islam, dan kolaborasi ilmu pengetahuan. Dari Jember, sebuah pesan kuat disampaikan: wakaf, jika dikelola secara cerdas dan berkelanjutan, mampu menjadi fondasi peradaban hijau yang berkeadilan.
by. Fauzan



