FEBI UIN KHAS Jember Rumuskan Kurikulum Masa Depan: Integrasi AI, OBE, Cinta, dan Ekoteologi untuk Pendidikan Islam Humanis dan Visioner
Solo, 31 Oktober 2025 — Di era ketika kecerdasan buatan mulai mendefinisikan ulang cara manusia berpikir dan bekerja, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember mengambil langkah strategis untuk memastikan pendidikan Islam tetap relevan dan bermakna. Bertempat di Ibis Hotel Solo, FEBI menggelar Lokakarya Pengembangan Kurikulum bertajuk “Arah dan Kebijakan Kurikulum Berbasis AI di Perguruan Tinggi Islam”, yang berlangsung dari 31 Oktober hingga 2 November 2025. Acara ini menghadirkan Dr. Bahrissalim, M.Pd., pakar kurikulum dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai pembicara kunci. FGD ini bukan sekadar upaya teknis memperbarui silabus, tetapi merupakan ikhtiar intelektual dan spiritual untuk menyiapkan kurikulum yang mampu menyeimbangkan rasionalitas teknologi dengan kepekaan kemanusiaan dan ekologis.
AI dan OBE: Pilar Kompetensi Baru Lulusan Perguruan Tinggi Islam
Dalam arah kebijakan yang disampaikan Wakil Rektor I UIN KHAS Jember, ditekankan bahwa penguasaan teknologi dan kecerdasan buatan (AI) kini menjadi keniscayaan bagi lulusan perguruan tinggi Islam. “Penguasaan kompetensi seperti coding dan AI adalah hal yang mutlak bagi lulusan kita,” tegas Warek I.
Ia menambahkan, pengembangan kurikulum berbasis Outcome-Based Education (OBE) harus menekankan hasil belajar nyata (learning outcomes) yang mampu menjawab kebutuhan industri digital sekaligus membentuk karakter spiritual dan etis mahasiswa. “Mahasiswa FEBI harus melek teknologi, tapi juga memiliki kesadaran etik dan sosial yang kuat agar tidak kehilangan sisi kemanusiaan,” ujarnya.
FEBI: Mengintegrasikan AI dengan Cinta dan Ekoteologi
Menanggapi arahan universitas, Dekan FEBI menegaskan bahwa pembenahan kurikulum tidak boleh terlepas dari identitas keilmuan Islam yang humanistik dan ekologis. “Ajang diskusi ini penting bukan hanya untuk memperkaya substansi kurikulum, tapi juga untuk memastikan bahwa teknologi tidak menghapus nilai-nilai cinta dan tanggung jawab ekologis yang menjadi ruh pendidikan Islam,” ujar Dekan.
Konsep “kurikulum cinta” yang dikembangkan FEBI berangkat dari gagasan bahwa pendidikan harus menumbuhkan empati, kasih sayang, dan penghargaan terhadap kehidupan — baik sesama manusia maupun alam. Sementara “ekoteologi” menegaskan kesadaran bahwa bumi adalah amanah ilahi yang harus dijaga melalui perilaku ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan. “AI harus dipandu oleh cinta, dan cinta harus diwujudkan dalam tindakan ekologis yang nyata. Itulah arah baru kurikulum FEBI,” tegasnya.
Kurikulum Baru: Sinergi Intelektualitas, Spiritualitas, dan Keberlanjutan
Melalui lokakarya ini, FEBI UIN KHAS Jember berharap lahir cetak biru kurikulum yang adaptif, inovatif, dan berakar pada nilai-nilai profetik. Kurikulum tersebut menggabungkan AI sebagai instrumen kecerdasan, OBE sebagai sistem mutu, serta cinta dan ekoteologi sebagai fondasi moral dan spiritual.
Dengan visi itu, FEBI menegaskan perannya sebagai pelopor pendidikan tinggi Islam yang berorientasi masa depan, memadukan logika digital, etika spiritual, dan kesadaran ekologis dalam satu tarikan napas akademik yang utuh. “Kita ingin mencetak lulusan yang bukan hanya kompeten di industri digital, tetapi juga berjiwa penyayang, adil, dan menjaga bumi — sebagaimana mandat khalifah di muka bumi,” tutup Dekan.
FGD ini menjadi simbol bahwa masa depan pendidikan Islam tidak hanya tentang kecanggihan teknologi, tetapi tentang kecerdasan hati dan harmoni dengan alam. FEBI UIN KHAS Jember kini berada di garis depan perubahan — menghadirkan kurikulum berbasis AI, OBE, cinta, dan ekoteologi sebagai wujud nyata dari transformasi pendidikan Islam yang humanis, berkelanjutan, dan profetik.



.jpeg)
